Etika Profesi


Bandung bagi saya pribadi bukan cuma masalah geografis, lebih jauh dari itu, ia juga melibatkan perasaan. Lol. Jelas bukan, maksudnya Bandung memiliki latar belakang sejarah yang cukup mengagumkan. Saya baru tahu belakangan bahwa daerah Ledeng di Bandung Utara itu dahulu digunakan Belanda sebagai sumber instalasi perairan. Adanya pipa-pipa berukuran besar ini yang kemudian membuat penduduk setempat menamakannya dengan daerah Ledeng. Menariknya, instalasi saluran air di daerah Ledeng masih berfungsi, setidaknya ini adalah karya nyata hasil dari APBD Belanda.

Ledeng adalah salah satu bukti nyata hebatnya performa Belanda dalam menjajah bangsa kita, tidak terhitung berapa jumlah jembatan, bangunan, termasuk pembangkit listrik yang sampai hari ini masih berdiri. Jika bukan dengan etika profesi yang tinggi, rasanya hampir mustahil artefak penjajahan itu dapat berdiri selama ratusan tahun lamanya. Memang tidak menarik bicara kecemerlangan sejarah, apalagi bukan karya negeri sendiri. Tapi apa boleh dikata, jembatan Kutai Kertanegara yang baru genap berfungsi 10 tahun saja sudah dapat menunjukkan bagaimana kualitas karya anak bangsa. Hal ini juga diikuti oleh infrastruktur serupa lainnya yang menunjukkan masih rendahnya kualitas rata-rata hasil karya generasi pasca proklamasi. Saya percaya ini bukan perkara teknologi, inilah alasan mengapa penting kita berbicara mengenai etika profesi. Salah seorang senior di PII yang telah berkiprah di banyak negara pernah bercerita, saat beliau membongkar dan meneliti hasil karya yang bertahan ratusan tahun di asia dan eropa, bisa dikatakan isinya itu ilmu semua. Setiap parameter yang ada diperhatikan dan nyaris tidak ada teori pada zaman itu yang lewat untuk diterapkan. Ini hal pertama, kepemilikan ilmu yang dalam, dan siap untuk diaplikasikan.

Di tingkat kedua ini kita perlu bicara pengalaman, jam terbang. Di negara kita, jam terbang itu paling banyak dimiliki oleh supir bus malam, oleh karenanya jangan heran kalau setiap tikungan mereka bisa tancap gas walau jalan depan tidak kelihatan. Ini jokes aja, pada intinya, suatu profesi memang tidak bisa dikuasai hanya dalam waktu semalam, seandainya bisa pun, itu namanya kuis atau ujian. Penting bagi seorang tukang untuk punya pengalaman, dan inilah misteri mengapa hasil karya orang Indonesia belum banyak yang bisa bersaing di kancah luar negeri. Alasannya, latar belakang keilmuan seseorang kadang kurang mendapat penghargaan di negeri sendiri. Setiap individu dinilai sebagai aset palugada "apa mau lu, gua ada", lihat saja pemangku kebijakan di negara kita, berapa presentase yang memang berlatar belakang sesuai dengan tangung jawabnya. Fokus itu penting, sebagaimana sindiran salah satu pengamat BUMN kita, "pertamina itu nanti sibuk bikin hotel lupa cara ngebor minyak". Oleh karena itu, santai aja, setiap keahlian pasti punya relung kebutuhan dan potensi yang berbeda-beda, jangan terlalu tergiur dengan hijaunya rumput tetangga.

Itulah narasi singkat tentang etika profesi, maaf jika agak ngasal dan tidak sesuai ekspektasi. Tulisan ini bukan untuk mencaci kegelapan, tapi percayalah, banyak diantara kita yang sudah memegang lilin, tapi tidak tau kenapa lilin tersebut harus dinyalakan. Intinya, setiap profesi itu berharga dan masing-masing dari kita perlu menekuninya dalam rangka membangun bangsa dan negara. Selamat dan terus semangat untuk bisa menjadi seorang ahli, apapun bidang yang sedang dan akan terus ditekuni.

Post a Comment

0 Comments