Ramadhan: Dada yang Lapang, Jiwa yang Tenang



Jika bicara bulan ramadhan, maka sejatinya ia bicara perubahan. Dalam 5 ayat Al Qur'an yang membahas khusus tentang ramadhan [Al Baqarah: 183-187], ditemukan bahwa setiap akhir ayatnya selalu bicara bagaimana manusia itu berubah dari satu kondisi, menuju kondisi lain yang jauh lebih baik, dan itulah salah satu hakikat dari bulan ramadhan.
Dan itu pula sebaiknya yang terjadi pada diri kita: berubah

jika kita melihat kasus yang hangat beberapa waktu lalu, kita belajar bahwa dalam diri manusia ada yang disebut nafs, dalam Al Qur'an itu sendiri disebutkan ada 3 jenis nafs:

nafs 'amarah bissuu [Yusuf: 53]
nafs lawwamah [Al Qiyamah: 2]
dan nafs al muthma'innah [Al Fajr: 27]

dari sini, setiap kita punya 3 elemen utama, salah duanya yaitu ruh dan jasad. Jika kita urutkan, jenis nafs yang pertama (amarah bissuu') adalah kondisi ketika nafs lebih dekat pada jasad, oleh karenanya dia hanya bicara bagaimana memenuhi semua yang diinginkan jasad, orientasinya hanya perut dan apa2 yang ada di bawahnya. dari sini kita lihat timbul berbagai kerusakan, ketamakan, hingga degradasi moral yang baru2 ini kita saksikan: LGBT, pun dari [Yusuf: 53] kita belajar bahwa yang diselamatkan dari nafs 'amarah bissuu hanya orang2 yang diberi rahmat.

oleh karenanya, jangan heran kalau kita lihat kerusakan2 semacam ini tetap ada pendukungnya. di bagian ini saya tidak mau bicara banyak, toh kebathilan akan menemukan kehancurannya sendiri dan itu pasti [Al Isra: 81]. tugas kita hanya menyampaikan dan terus memberi peringatan. [Al Ghaasyiah: 21]

nafs yang kedua ini lebih baik dari yang pertama, tapi ia masih labil. terkadang, nafs nya masih dipengaruhi oleh kebutuhan2 jasadnya, namun tetap saja nafs jenis ini bukan cita2 kita, karena berdasarkan [Al Qiyamah ayat 2] dia masih digolongkan sebagai nafs yang "tercela" bagian ketiga ini yang paling langka: nafs muthma'innah

nafs jenis ini hanya dapat terjadi jika ruhani menjadi pengendali seluruh tingkah laku manusia, secara sederhana, nafs muthma'innah ini sangat erat kaitannya dengan ibadah shiyam yang kita lakukan.

jika kita lihat ibadah shiyamnya Maryam (Ibu dari Nabi Isa as.) dalam surat [Maryam ayat 26], kita akan tahu bahwa ada dua hal yang secara langsung disebut berkaitan dengan ibadah shiyam:

- hati yang sejuk (qorri 'aina)
- menahan dari berbicara (lan ukallima)

dari sini juga kita belajar mengapa ibadah shiyam itu pada esensinya bukan (hanya) menahan dari apa2 yang kita makan, bukan hanya bernilai lapar dan haus semata, karena pada hakikatnya, pada ayat ini mengajarkan kita bahwa esensi dari ibadah "shiyam" yang dilakukan Maryam murni bicara hati, ruhani, dan kemampuan mengendalikan diri. saya hanya ingin membahas di poin pertama saja, bahwa ibadah shiyam harus mampu menjadikan kita memiliki jiwa yang sejuk, nafs muthma'innah. pun jika ingin bicara di poin kedua, saya kira cukup banyak hadist yang membahas terkait hal ini di poin pertama yaitu qorri 'aina, tentu ada syarat utama, kelapangan dada, itu pula mengapa Allah ingatkan hal ini pada Nabi Kita, Rasulullah SAW, Kami lapangkan untukmu dadamu [Al Insyirah: 1].

Sharhu shadr ini kalo diibaratkan seperti lautan, dia bisa menampung berbagai macam kebaikan atau keburukan sekalipun, tapi tidak merubah sifat sejatinya Kita tahu lautan itu mampu menampung berbagai macam jenis air, kotoran, bahkan limbah, tapi pernahkah kita lihat seluruh air laut itu berubah menjadi kotor? tidak, karena semua kotoran itu terlalu kecil jika dibandingkan dengan keluasan yang dimilikinya.

dengan dada yang lapang, ketenangan hidup kita dapatkan

Oleh karena itu pula, ketika kita baca sejarah Nabi kita, beliau dicaci, dihinakan sedemikian rupa, hingga diberikan kotoran unta dalam shalat, namun tidak berpengaruh sedikitpun dalam perangainya. Inilah contoh hati yang lapang, yang terlalu luas untuk bisa kita mengerti sebagai sesama manusia. Dari sini dapat kita mengerti, mengapa ketika Nabi Musa diperintahkan untuk mendakwahi pembangkang paling besar di masanya (Fir'aun), sebelum meminta untuk dipermudah dalam urusan, sebelum meminta difasihkan dalam lisan, beliau meminta sharhus shadr, dada yang lapang.

Inilah do'a yang (mungkin) selama ini kita ucapkan, tapi urgensinya luput dari pandangan:
رَبِّ اشرَح لى صَدرى (Thaha: 25)
"Ya Allah, lapangkanlah untukku dadaku..."

Semoga kita semua berhasil memiliki dada yang lapang, untuk akhirnya menjadi jiwa-jiwa yang tenang. Aamiin.

Post a Comment

0 Comments